DJITUBERITA.COM – Masa kampanye Pemilu Presiden (Pilpres) , menurut keterangan informasi bahwa tahapan pemilu serentak pada tahun 2024 dimulai Selasa hari ini, 28 November 2023. Kampanye akan berlangsung selama 75 hari hingga 10 Februari 2024.
Kampanye dilaksanakan secara serentak meliputi kampanye pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres), serta kampanye pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Selama masa kampanye, ada potensi terjadinya pelanggaran, termasuk di media sosial (medsos). Bagaimana pedoman undang-undang mengaturnya?
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia Salabi mengatakan, belum ada aturan khusus mengenai pelanggaran kampanye di media sosial.Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu belum mengatur khusus mengenai pelanggaran kampanye di media sosial,” kata Amalia dilansir: Newsroom Kompas.com, Selasa (28/11/2023).
Akan tetapi, di UU Pemilu khususnya Pasal 280 mengatur hal-hal yang dilarang dalam kampanye. Perinciannya sebagai berikut:
1.melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain;
menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
mengganggu ketertiban umum;
mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat,dan/atau peserta pemilu yang lain.
3.merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu;
menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
4.membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan.
5.menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.
Lanjut Amalia, Pasal 280 UU Pemilu ini kerap dijadikan dasar untuk memperkarakan dugaan pelanggaran kampanye. Pasal 280 juga berulang kali dipakai untuk menjerat pelaku hoaks atau ujaran kebencian terkait kampanye pemilu di media sosial.
Pasal 521 UU Pemilu menyebut, setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye terancam pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.
Namun, Amalia mengatakan, pasal itu hanya dapat menjerat pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu. Sementara, pihak yang bukan pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye biasanya dikenakan Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), khususnya terkait pasal hoaks dan ujaran kebencian di media sosial.
“Siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, Undang-undang ITE juga ada aturan mengenai hasutan kebencian, itu dia bisa dipidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar,” terang Amalia.
“Jadi kalau pedoman hukumnya di luar tiga itu (pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu), maka sanksi hukumnya di UU ITE karena sanksinya untuk setiap orang,” ujarnya.
Terkait iklan kampanye
Amalia mengungkap, selain hoaks dan ujaran kebencian, di media sosial, pelanggaran kampanye masif terjadi dalam bentuk kampanye di luar jadwal.
Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu, iklan kampanye di media sosial hanya dapat dilakukan selama 21 hari menjelang masa tenang pemilu.
Artinya, pada Pemilu 2024, iklan kampanye di media sosial baru akan dimulai pada 21 Januari 2024 dan berakhir pada 10 Februari 2024.
Sanksi hukum pelanggaran berupa iklan kampanye di luar jadwal terancam pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Berdasarkan pantauan Perludem, selama menjelang tahun politik, masif terjadi pelanggaran dalam bentuk kampanye di luar jadwal melalui iklan kampanye di media sosial,”Tutup Amalia.(Red)