Bangka Selatan – Djituberita.com,
Tinggal menghitung hari Bangsa Indonesia akan menyelenggarakan perhelatan politik besar, yakni perhelatan pemilu serentak dalam pemilihan presiden dan wakil presiden,DPR, DPD, DPRD dan juga Pilkada serentak pada tahun 2024.
Pemilu serentak ini akan menjadi ujian sesungguhnya bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan demokrasi. Bukan hanya sekedar menjalankan mandat reformasi tahun 1998, tapi dapat menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara dengan sistem demokratis, jujur,adil dan terbuka.
Dalam momentum tersebut Erwandi atau lebih dikenal Wiwid. Ia salah satu tokoh aktivis di masanya dan juga seorang kontestan sebagai calon legislatif DPRD Bangka Selatan Dapil – Toboali tahun 2024, menyuarakan soal biasnya status Aparat Sipil Negara atau ASN dalam konteks politik.
Menurut Erwandi, ASN boleh berpolitik, asal sesuai aturan main dengan catatan syarat peraturan perundang yang berlaku.
Lanjutnya, ASN tidak boleh berpolitik terdengar agak rancu dan aneh, mengingat ASN selama jam dinas kerja mereka adalah pelayan masyarakat diluar itu mereka sudah menjadi masyarakat sipil biasa dan berhak memilih.
Menurut Pandangannya, ia lebih terfokus pada isu perbedaan antara ASN, TNI dan Polri dalam konteks pemilu.
“Ia menggarisbawahi bahwa TNI/Polri memiliki tanggung jawab sebagai aparat hukum dan pejabat publik selama 24 jam untuk menjaga kondusifitas keamanan, sedangkan ASN bekerja dalam jam kerja yang terbatas, jadi harus rasional lah cara pandangnya ,”ucap Erwandi atau lebih dikenal Wiwid ketika ditanya awak media Djituberita.com,Senin Malam(29/1/24), soal ASN masuk ke politik praktis.
Lebih lanjut, Erwandi membahas peraturan Menteri PANRB yang mengklasifikasikan empat jenis pekerjaan sebagai aparatur sipil negara. Ia menegaskan bahwa TNI dan Polri termasuk dalam kategori tersebut, namun ASN diizinkan berpolitik dengan catatan harus mematuhi aturan yang berlaku,”urainya
Erwandi melihat dan bukan rahasia umum, banyak ASN berpolitik, terutama di wilayah Bangka Selatan, ia menyoroti bahwa hingga saat ini belum ada sanksi nyata bagi ASN yang terlibat dalam politik praktis.
Ia juga menyebut Bawaslu sebagai lembaga independen negara, Seharusnya jangan hanya memberi himbauan saja, namun lebih dari itu, pihak penyelenggara negara dapat menjatuhkan sanksi tegas terhadap ASN jika terbukti melanggar aturan main,”pungkas Erwandi.
Dia berpendapat bahwa ASN secara aturan, punya hak politik untuk memilih dan mengkritik kebijakan pemerintah saat berdiskusi dengan keluarganya di rumah,”menurutnya.
Dalam kesimpulannya, Erwandi berpendapat bahwa pandangannya terhadap ASN dalam konteks politik kita harus memilah, tugas dan fungsi TNI/ Polri dan ASN secara aturan perundangan berlaku
Dilansir dari kanal Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), menerangkan bahwa untuk menjamin terjaganya netralitas ASN, sebelumnya pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan. SKB ini ditandatangani bersama dengan Kementerian Dalam Negeri, BKN, KASN dan Bawaslu.
Serta tertuang dalam UU No. 20/2023 tentang ASN, bahwa Pegawai ASN wajib menjaga netralitas. Netralitas yang dimaksud adalah tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan lain di luar kepentingan bangsa dan negara, termasuk kepentingan politik. “ASN tetap punya hak pilih, namun hanya bisa diberikan di bilik suara, tidak ditunjukkan di media sosial atau kanal lainnya.
Sanksi yang diberikan bagi ASN secara terang-terangan memihak atau tidak netral, mulai dari sanksi moral, hukuman disiplin sedang, hukuman disiplin berat, hingga diberhentikan secara tidak hormat.
(***)