Bangka Selatan – Djituberita.com
Petani di Desa Rias Toboali Kabupaten Bangka Selatan mengaku masih kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. Petani pun harus rela antri demi mendapat jatahnya,bukan cuma pupuk bersubsidi yang sulit didapatkan. Bahkan berkurangnya alokasi pupuk menambah beban para petani Rias dan sekitar.
Hal terungkap, ketika awak media Djituberita.com memantau pendistribusian pupuk bersubsidi di tingkat pengecer milik kios tani Tahang di Desa Rias Toboali, pada Selasa Siang (30/1/24).
Menurut keterangan pengecer Tahang, “Iya pak tadi malam kita kedatangan pupuk bersubsidi dari agen distributor CV Wenasa Cipta beralamat Pangkalpinang, untuk kali ini kios kita kedatangan 20 ton Pupuk Bersubsidi jenis urea 10 ton dan NPK Phonska 10 ton untuk satu kali masa tanam,” jelasnya.
Lanjut Tahang 20 Ton akan di bagikan kepada 1390 Petani per – KK, masing – masing alokasi di bagi 16 kg pupuk urea dan 27 kg NPK Phonska persatu petak sawah.
Petani berharap jatah mereka seperti tahun 2023, normalnya 50 kg jenis urea dan 50 kg jenis NPK Phonska persatu petak sawah, “kata Tahang.
Sebenarnya alokasi pupuk di kiosnya sama dengan tahun 2023 kurang lebih 20 ton yang terealisasi.
Namun untuk alokasi tahun 2024, pengingat data petani baru juga bertambah ,Ia pun berharap alokasi pupuk bersubsidi juga turut ikut bertambah sesuai kebutuhan petani,”harap Tahang.
Namun, petani mengeluhkan pengurangan jatah dibanding tahun sebelumnya. Tukiran Petani dari Dusun Air Pairem Desa Rias mengungkapkan keterpaksaan membeli pupuk non-subsidi dengan harga lebih tinggi.
Harga pupuk non-subsidi mencapai Rp 415 ribu per karung, jauh lebih mahal daripada pupuk bersubsidi yang hanya Rp 115 ribu per karung,”pungkas Tukiran.
Terpaksa kita beli di luar kelompok tani (pupuk non subsidi), harga lebih mahal,” ujar Tukiran
Hal senada juga diakui oleh Petani Jumar, petani mendapatkan pupuk dari jatah pembagian yang sama, yakni 3 kampil pupuk per 1 hektar satu kali garap, jauh dari kata cukup,” katanya.
Dia mengaku harus terlambat memupuk akibat menunggu jatah pupuk bersubsidi,” keluh kesahnya.
Akhirnya kemarin beli non-subsidi agar enggak telat memupuk,” jelas Jumar ketika di sapa awak media saat mengantri pupuk bersubsidi di kios milik Tahang.
Dia pun mengeluh karena jumlah jatah pupuk dianggap sangat kurang. Padahal, bahan makanan pokok di Indonesia masih mengandalkan hasil panen petani, kenapa beli pupuk saja dibatasi padahal pakai uang kita sendiri,”ucapnya sedikit kesal.
Saat ini para petani di desa rias baru menanam padi dengan usia tanam 35 hari. Namun para petani mengeluh soal pembatasan pupuk subsidi.
Petani sawah khususnya Desa Rias, berharap ada upaya dari pemerintah daerah dan pusat agar jatah pupuk petani dicukupi agar hasil panen nanti berlimpah ruah. (***)