Oleh: Dr. Andi Kusuma, SH, MKn, CTL (Praktisi Hukum Bangka Belitung)
Bangka Belitung – Isu “mega korupsi tata niaga timah” telah mengguncang publik Indonesia. Kasus ini menjadi sorotan setelah Kejaksaan Agung menyebut kerugian negara akibat kerusakan lingkungan mencapai Rp271 triliun. Namun, perhitungan tersebut menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk saya sebagai praktisi hukum.
Kerugian ini dihitung oleh Bambang Hero Saharjo, seorang ahli lingkungan dari IPB. Ia mengklaim kerusakan lingkungan terjadi di area tambang seluas 170.363 hektar. Sayangnya, perhitungan ini dianggap tidak masuk akal, tidak didukung fakta lapangan, dan bahkan dipertanyakan relevansinya. Prof. Sudarsono dari IPB menegaskan bahwa Bambang bukanlah ahli yang berwenang menghitung kerugian negara dalam kasus korupsi.
Kredibilitas Data yang Diragukan:
Dalam persidangan, Bambang tidak dapat menjelaskan metode yang digunakan untuk menghitung kerugian. Ia bahkan tidak memisahkan kerugian di wilayah tambang PT Timah Tbk dan non-PT Timah Tbk dengan alasan “malas”. Jika mengacu pada data produksi PT Timah Tbk selama 2015–2022, luas tambang yang diperlukan hanya sekitar 9.720 hektar—jauh dari angka klaimnya.
Kasus ini juga mengabaikan sejumlah fakta penting, seperti:
1. Pembayaran mitra smelter dilakukan berdasarkan kontrak kerja dengan PT Timah Tbk.
2. Hasil peleburan timah telah diekspor, menghasilkan devisa serta pembayaran pajak dan PNBP.
3. Sumber dana berasal dari pinjaman bank, bukan APBN, dan bunga pinjaman telah dilunasi.
4. Kewajiban reklamasi lingkungan seharusnya menjadi tanggung jawab pemegang IUP, bukan mitra kerja.
Pertanyaan Besar: Di Mana Kerugian Negara?
Kerugian lingkungan tidak seharusnya dibebankan kepada mitra kerja yang hanya melaksanakan kontrak. Penegakan hukum yang mengabaikan fakta-fakta ini berpotensi melanggar asas keadilan.
Pentingnya Transparansi dalam Penegakan Hukum:
Kasus ini membutuhkan transparansi dan analisis mendalam. Klaim kerugian yang tidak valid akan merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Mari kita kawal proses ini dengan hati-hati agar keadilan benar-benar terwujud di tengah polemik tata niaga timah.(red/*)