DJITUBERITA – BABEL, Kasus dugaan korupsi terkait Program Peningkatan Recovery/ Sisa Hasil Pengolahan (SHP) di PT Timah yang berlangsung antara tahun 2017 hingga 2020, yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah terus Bergulir, kini sedang diselidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Pangkalpinang dan telah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) RI semakin terungkap.
Data yang ditemukan dari sumber terpercaya mengungkapkan bahwa pada tahun 2017 dan 2018, PT Timah belum memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mengharuskan penerimaan timah SHP untuk menggunakan perusahaan berbadan hukum seperti CV atau Koperasi.
Hal ini memungkinkan pihak kolektor lapangan untuk langsung memasok timah berkadar rendah atau SHP ke gudang PT Timah tanpa persyaratan khusus.
Menurut sumber yang belum bersedia disebutkan namanya, pada tahun 2018 hingga awal tahun 2019, beberapa kolektor, seperti Pwnto, Mrynto, Antni, Ilhm, dan Djko, yang merupakan warga Toboali kabupaten bangka selatan, turut memasok timah SHP.
Pada pertengahan tahun 2019, PT Timah akhirnya menerapkan SOP yang mengharuskan penggunaan perusahaan berbadan hukum, seperti CV atau Koperasi, untuk penerimaan timah SHP.
Namun, para cukong atau bos yang mengendalikan bisnis timah SHP tampaknya telah menyesuaikan diri dengan perubahan ini. Kolektor mulai menggunakan perusahaan berbadan hukum, diduga kuat tanpa memiliki Izin Usaha Pertambangan (WIUP) atau IUP.
Perusahaan atau CV yang terlibat dalam praktik ini termasuk CV SU, , CV TJ, CV DTA, dan CV BIM, diketahui tidak tercantum memiliki WIUP dalam aplikasi peta Minerba One Map Indonesia.
“Investigasi juga mengungkap beberapa nama seperti Asy, Drgon, Dni, Bly, dan Agt yang disebut sebagai bos timah yang beroperasi di Toboali dan Pangkalpinang. Mereka diduga bermain dalam bisnis timah SHP.
“Modus operandi dalam manipulasi SHP Timah melibatkan peningkatan kadar SN Timah di laboratorium PT Timah dengan tujuan menghindari hukum. Praktik ini melibatkan oknum karyawan PT Timah dan petugas penerimaan yang bekerja sama dengan pemasok atau kolektor timah.
Kajari Pangkalpinang, Saiful Bahri Siregar didampingi Kasi Pidsus dan Kastel saat gelar konfrensi pers di gedung Kejari Pangkalpinang, Senin (16/10/23).
Sebelumnya, Kajari Pangkalpinang, Saiful Bahri Siregar dalam konfrensi pers kemarin membeberkan adanya kejanggalan dalam pelaksanaan program SHP PT Timah dari tahun 2017- 2020.
“Munculnya program SHP ini kan lantaran permintaan pemerintah pusat agar PT Timah meningkatkan penjualan pada 2017 lalu. Untuk memenuhi hal tersebut PT Timah bekerja sama dengan mitra yang wilayah IUP nya sudah ditentukan tidak jauh dari kawasan itu. Sisa wilayah di kawasan IUP nya itulah yang digunakan PT Timah dengan membayar kompensasi ke mitra,” beber kajari Pangkalpinang.
“Namun fakta yang kami dapat, banyaknya timah SHP yang diterima PT Timah justru berasal dari wilayah tambang ilegal karena ada pembelian di luar kawasan yang sudah ditentukan sehingga kita menilai ini tidak sesuai proses bisnis,” sambungnya.
Kejaksaan menyatakan bahwa data ini sangat penting dalam penyelidikan mereka dan akan mengambil tindakan hukum lain jika PT Timah tidak memberikan dokumen dan data yang diminta.
Hingga saat berita ini disusun, pihak PT Timah dan beberapa bos pemasok SHP yang terlibat dalam kasus ini belum memberikan tanggapan. Begitu juga dengan sejumlah nama dan pemilik CV yang terlibat dalam penyaluran SHP yang diduga berasal dari tambang ilegal. (Vilzar – red)
Dilansir : FKBNEWS
Diolah : DJITUBERITA.COM