Tutup
Djitu Berita
WhatsApp Image 2024-02-01 at 14.25.18
WhatsApp Image 2024-02-01 at 14.25.18
PlayPause
BabelBerita UtamaEditorial Khusus

Menelisik Carut-Marut Pertambangan Timah Bangka Belitung dan Lemahnya Penegakan Hukum

869
×

Menelisik Carut-Marut Pertambangan Timah Bangka Belitung dan Lemahnya Penegakan Hukum

Sebarkan artikel ini
Foto: Ist Djituberita.com

Penulis: Vilzar Pemilik Media Djituberita.com sekaligus jurnalis handal Bangka Selatan.

Artikel,Djituberita.com – Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dikenal sebagai penghasil timah utama di Indonesia, dengan sejarah panjang eksploitasi yang dimulai sejak era kolonial.

Namun, di balik gemerlap komoditas berharga ini, tersembunyi permasalahan kompleks terkait pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lemahnya penegakan hukum di sektor pertambangan timah.

Dampak dari aktivitas tambang, baik legal maupun ilegal, telah menciptakan kerusakan lingkungan yang parah serta membuka celah bagi praktik korupsi besar-besaran. Situasi ini semakin diperburuk oleh lemahnya regulasi dan pengawasan yang seharusnya menjadi benteng utama dalam pengelolaan SDA.

Dampak Pertambangan Timah terhadap Lingkungan dan Sosial

Data WALHI Kepulauan Bangka Belitung menunjukkan bahwa hingga 2022, terdapat 167.104 hektare lahan kritis akibat aktivitas tambang. Selain itu, terdapat 12.607 “kolong” atau lubang bekas tambang yang belum direklamasi, dengan luas total mencapai 15.579,747 hektare.

Kolong-kolong ini tidak hanya menjadi ancaman bagi lingkungan tetapi juga bagi keselamatan masyarakat. Sepanjang 2021-2024, tercatat 50 korban jiwa akibat kecelakaan kerja dan tenggelam di bekas lubang tambang.

Fenomena ini menunjukkan betapa minimnya tanggung jawab pelaku usaha dalam memulihkan kembali lingkungan yang telah mereka eksploitasi.

Tidak hanya itu, dampak sosial dari pertambangan timah juga sangat nyata. Masyarakat yang sebelumnya bergantung pada sektor pertanian dan perikanan kini menghadapi penurunan hasil panen dan tangkapan akibat pencemaran lingkungan. Sumber air bersih semakin sulit diperoleh, sementara konflik horizontal antara warga dan perusahaan tambang kian marak terjadi.

Lemahnya Penegakan Hukum dan Maraknya Kasus Korupsi

Penegakan hukum terhadap pertambangan timah ilegal di Bangka Belitung masih menghadapi berbagai kendala. Meskipun upaya telah dilakukan, seperti penangkapan dua penambang timah ilegal di kawasan hutan produksi Sungailiat Mapur pada Juli 2018, kasus-kasus serupa tetap marak terjadi.

Kasus yang terbaru terjadi di kabupaten Bangka Selatan Dikutip sebelumnya dari Babelhebat.com, aktivitas penambangan timah jenis Tambang Nonkonvensional (TN) yang menelan satu orang korban jiwa di Parit II Desa Kepoh, Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, masuk dalam kawasan Hutan Produksi (HP).

Selain itu, aktivitas TN milik Syahril alias Bilet (50) warga Toboali (korban), diduga bukan mitra kerja PT Timah Tbk. Artinya, ini tambang timah ilegal.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Kepala Pengawas Produksi (Wasprod) PT Timah Wilayah Toboali, Bangka Selatan, Sigit Prabowo menegaskan, bahwa aktivitas tambang timah (TN) di Parit II Desa Kepoh tersebut adalah tambang ilegal.

Dan berakhir anti klimaks bahwa terinformasi: Kepolisian Resor Bangka Selatan (Polres Basel) jadikan orang yang sudah meninggal dunia sebagai tersangka kasus laka tambang di Parit 2 Desa Kepoh Toboali .Dilansir Buletinexpres.com

Lebih parahnya lagi, sektor pertimahan menjadi sarang praktik korupsi besar-besaran. Salah satu skandal terbesar adalah kasus megakorupsi timah dengan kerugian negara mencapai Rp 271 triliun yang di tangani penegak hukum Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Kasus ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari pengusaha hingga pejabat tinggi, yang diduga melakukan kolusi dalam pengelolaan izin tambang dan perdagangan timah ilegal secara mengurita.

Selain permasalahan pertambangan ilegal, Bangka Belitung juga menghadapi persoalan serius dalam penyelundupan komoditas timah. Penyelundupan timah ilegal terus berlangsung meskipun sudah ada berbagai upaya penindakan dari aparat penegak hukum.

Modus yang digunakan beragam, mulai dari pemalsuan dokumen ekspor, pengiriman melalui jalur laut dengan kapal-kapal kecil, hingga kerja sama terorganisir untuk menghindari deteksi.

Menurut laporan WALHI dan data investigasi beberapa media lokal, sebagian besar timah ilegal ini diselundupkan ke luar negeri, terutama ke Singapura dan China, yang menjadi pasar utama.

Diperkirakan, ribuan ton timah keluar dari Bangka Belitung setiap tahunnya tanpa melalui jalur resmi, mengakibatkan kerugian besar bagi negara dan semakin memperparah eksploitasi sumber daya alam secara ilegal.

Kurangnya pengawasan di pelabuhan-pelabuhan kecil dan lemahnya penegakan hukum menjadi faktor utama maraknya penyelundupan ini. Bahkan, beberapa kasus mengindikasikan adanya keterlibatan oknum aparat yang diduga membekingi jaringan penyelundupan ini, sehingga aktivitas ilegal ini terus berjalan tanpa hambatan berarti.

“Jika tidak ada tindakan tegas dari pemerintah, maka praktik penyelundupan timah ilegal ini akan terus menggerogoti ekonomi dan lingkungan Bangka Belitung.

Bahkan, WALHI menyoroti bahwa skema korupsi ini tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga mengabaikan kewajiban pemulihan lingkungan. Sampai saat ini, ribuan hektare lahan bekas tambang dibiarkan begitu saja tanpa ada upaya rehabilitasi.

Benang Merah: Tata Kelola SDA dan Penegakan Hukum yang Lemah

Permasalahan utama yang menjadi benang merah dalam carut-marutnya pengelolaan SDA, khususnya pertambangan timah di Bangka Belitung, adalah lemahnya tata kelola dan penegakan hukum.

Beberapa faktor yang memperparah kondisi ini antara lain:

1. Regulasi yang tidak tegas Banyak celah hukum yang dimanfaatkan untuk melakukan pertambangan ilegal dan praktik korupsi.

2. Kurangnya pengawasan, minimnya koordinasi antara pemerintah daerah dan pusat membuat banyak aktivitas tambang ilegal sulit dikendalikan.

3. Keterlibatan aparat dan pengusaha dalam mafia tambang, dugaan keterlibatan oknum aparat dalam melindungi aktivitas ilegal semakin memperburuk situasi.

Vilzar, jurnalis sekaligus pemilik Djituberita.com, mengamati bahwa tanpa reformasi menyeluruh, eksploitasi sumber daya ini akan terus berlangsung dan merusak masa depan Bangka Belitung.

Kami sering menemukan fakta di lapangan bahwa banyak tambang ilegal yang dibiarkan beroperasi meskipun sudah jelas melanggar hukum. Bahkan, ada dugaan keterlibatan oknum aparat yang justru melindungi aktivitas ini,”

Kesimpulan: Perlu Reformasi Tata Kelola SDA

Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan reformasi menyeluruh dalam tata kelola pertambangan timah. Beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan adalah:

Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku tambang ilegal dan pihak-pihak yang terlibat dalam praktik korupsi.

Transparansi dalam pengelolaan SDA, termasuk dalam pemberian izin tambang dan pengawasan operasional.

Rehabilitasi lahan kritis dan bekas tambang sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan dan pemerintah.

Pengembangan sektor ekonomi alternatif, seperti pariwisata berbasis lingkungan, untuk mengurangi ketergantungan terhadap pertambangan.

Jika langkah-langkah ini tidak segera dilakukan, Bangka Belitung berisiko menjadi daerah yang terus-menerus terjebak dalam siklus eksploitasi dan kehancuran lingkungan.

Pertanyaannya, apakah pemerintah berani mengambil tindakan tegas, atau justru akan terus membiarkan kehancuran ini berlanjut?

Sumber Referensi:

WALHI Kepulauan Bangka Belitung – “Pengabaian atas Pemulihan Ekologis dalam Kasus Korupsi Timah”

Detik News – “Menelisik Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang Timah”

Reuters – “Indonesian Prosecutors Name Five Tin Mining Firms Accused of Illegal Mining”(red/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *