Jakarta-Di tengah maraknya media digital dan perkembangan teknologi informasi, fenomena wartawan yang mengandalkan kartu pers menjadi sorotan. Banyak pihak mengkhawatirkan dampak negatif dari praktik ini terhadap integritas jurnalistik dan kepercayaan publik.
Praktik Mengandalkan Kartu Pers:
Wartawan yang mengandalkan kartu pers seringkali menggunakan identitas jurnalistik mereka untuk mendapatkan akses dan fasilitas tertentu.
Kartu pers, yang seharusnya menjadi tanda legitimasi dan profesionalisme, kadang kala disalahgunakan untuk tujuan-tujuan pribadi atau komersial.
Dampak Negatif Terhadap Integritas Jurnalistik:
-Penyalahgunaan Akses: Beberapa wartawan diketahui menggunakan kartu pers untuk mendapatkan akses ke acara atau tempat yang sebenarnya tidak terkait dengan tugas jurnalistik mereka. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai integritas dan profesionalisme mereka.
-Korupsi dan Kolusi: Praktik ini juga membuka peluang bagi korupsi dan kolusi antara wartawan dan narasumber. Ada kasus di mana wartawan menerima imbalan untuk pemberitaan yang menguntungkan pihak tertentu.
-Menurunkan Kepercayaan Publik: Kepercayaan publik terhadap media bisa menurun jika wartawan terlihat lebih mementingkan manfaat pribadi daripada kepentingan umum. Keberadaan wartawan abal-abal yang hanya mengandalkan kartu pers juga merusak citra profesi wartawan.
Kasus-kasus terkini, beberapa kasus Jurnalistik menunjukkan maraknya penyalahgunaan kartu pers. Dengan modus pemerasan dengan mengancam akan memberitakan hal-hal negatif kecuali mereka diberikan uang.
Kasus lainnya melibatkan wartawan yang menggunakan kartu pers untuk mendapatkan diskon atau akses eksklusif di tempat-tempat hiburan dan restoran.
Sementara itu, menurut pendapat ahli di kesempatan seminar jurnalistik di Jakarta, Nezar Patria, seorang pakar jurnalistik yang juga merupakan Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo).
Menurut Nezar, “Fenomena ini mencerminkan krisis etika dalam profesi jurnalistik. Kartu pers seharusnya menjadi simbol kepercayaan dan tanggung jawab, bukan alat untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Media harus memperketat regulasi dan pengawasan terhadap wartawan mereka untuk menjaga kredibilitas.
Nezar juga menambahkan, “Pendidikan dan pelatihan etika jurnalistik harus ditingkatkan. Wartawan harus memahami bahwa tugas utama mereka adalah menyampaikan informasi yang akurat dan berimbang, bukan memanfaatkan posisi mereka untuk keuntungan pribadi.
Upaya Mengatasi hal fenomena tersebut, menurut Nezar perlu ada pengawasan ketat terhadap penerbitan dan penggunaan kartu pers. Selain itu pendidikan dan pelatihan guna meningkatkan kesadaran akan etika jurnalistik melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk wartawan. “Ini penting untuk memastikan mereka memahami tanggung jawab moral dan profesional mereka,”lanjut Nezar.
Penegakan hukum yang tegas terhadap wartawan yang terbukti menyalahgunakan kartu pers. Hukuman yang jelas dan tegas bisa menjadi efek jera bagi yang lain,”tegasnya.
Terakhir Nezar mengungkapkan Fenomena wartawan yang mengandalkan kartu pers menyoroti perlunya reformasi dalam dunia jurnalistik di Indonesia. Integritas dan profesionalisme harus dijaga agar media tetap menjadi pilar keempat demokrasi yang terpercaya dan dihormati,”harapnya.
Dengan tindakan yang tepat, diharapkan kasus-kasus penyalahgunaan ini dapat diminimalisir, sehingga wartawan dapat kembali fokus pada tugas utama mereka dengan menyajikan informasi yang akurat, berimbang, dan bertanggung jawab,”tutupnya.(*)