Babel-kongkalikong Penyelundupan pasir timah dari Pulau Belitung melalui Pelabuhan Tanjung Ru menuju Pelabuhan Sadai di Kabupaten Bangka Selatan dan selanjutnya ke Kabupaten Bangka, diduga kuat untuk dipasok ke smelter timah PT Mitra Stania Prima (MSP) di Jln Kawasan Industri Jelitik, Sungailiat Kabupaten Bangka.
Informasi ini bukan lagi rahasia umum di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, khususnya di tengah mencuatnya kasus komoditas timah yang saat ini tengah ditangani oleh Kejaksaan Agung dengan melibatkan puluhan tersangka dari berbagai kalangan.
Menurut sumber terpercaya tidak ingin disebutkan namanya, yang mengetahui banyak terkait kongkalikong penyelundupan pasir timah di provinsi kepulauan Bangka Belitung, praktik diduga ilegal tersebut melibatkan jaringan yang terorganisir dengan baik dengan memanfaatkan pelabuhan resmi untuk menyamarkan aktivitas penyelundupan, sehingga sulit terdeteksi oleh pihak berwenang.
Sumber, juga menyebutkan bahwa pasir timah dalam jumlah besar diselundupkan secara rutin di pelabuhan antar pulau kedua pulau ini.
“Proses penyelundupan ini melibatkan banyak pihak dan sudah berlangsung lama yang menggunakan pelabuhan resmi untuk mengangkut pasir timah dari kabupaten Belitung ke kabupaten Bangka Selatan, kemudian meneruskan pengiriman ke smelter timah PT MSP di Sungailat kabupaten Bangka,”ujar sumber.
Jaringan Penyelundupan yang Terorganisir:
Dalam skema penyelundupan, beberapa dugaan pelaku diidentifikasi memiliki peran kunci dalam mengatur jalur pengiriman dan memastikan pasir timah sampai ke tujuan akhir tanpa terdeteksi.
“Ada koordinasi yang sangat baik dan terstruktur. Setiap langkah sudah direncanakan dengan detail, mulai dari pengangkutan di Pelabuhan Tanjung Ru hingga transit di Pelabuhan Sadai dan akhirnya tiba di PT MSP,” tambah sumber tersebut.
Kesimpulan, penyelundupan pasir timah ini bukan hanya merugikan negara dari sisi penerimaan pajak dan royalti, tetapi juga berdampak negatif pada masyarakat lokal. Penambangan dan penyelundupan yang disinyalir kuat adalah ilegal, sering kali menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah dan mengancam mata pencaharian masyarakat yang berprofesi non tambang.(*)