Headline-Djituberita.com, Sebuah kasus besar yang mengejutkan semua khalayak dan mematik perhatian khusus dari semua element masyarakat yang kini sedang viral beredar di media ternama maupun media mainstream.
Yakni Pengungkapan konspirasi besar di balik kasus korupsi dalam tata niaga komoditas timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang kini ditangani intens oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI).
Terlepas kerugian negara mencapai kisaran yang fantastis 271 triliun rupiah di rampok penjahat bermental bobrok negeri ini yang melibatkan banyak pihak dan telah ditetapkan jadi tersangka.
Ada hal yang menggelitik ! dalam kasus korupsi berjama’h ini, tercium pula aroma dugaan dana transaksi mencurigakan terkait permasalahan aliran keuangan negara yang berkedok progam Corporate Social Responsibility (CSR ) termasuk didalamnya adalah Dana Kompensasi Masyarakat yang terabaikan hampir puluhan tahun.
Berdasarkan sumber terpercaya, laporan investigasi mendalam menemukan pola yang menggambarkan kasus ini sebagai penyamaran dengan program CSR dan dana kompensasi kepada masyarakat.
Kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Bangka Belitung mencuat ke permukaan termasuk di dalamnya disinyalir dengan pola konspirasi yang begitu tersembunyi dan rapi di balik tirai program CSR dan dana kompensasi kepada masyarakat, seakan mengenakan topeng kebaikan, pelaku korupsi menggunakan program-program ini sebagai kedok untuk menyembunyikan motif sejati mereka, keserakahan dan ketamakan.
Latar belakang gelap kasus ini terungkap dalam serangkaian investigasi dan konstruksi sisi hukum Kejagung secara menyeluruh, tersirat menggambarkan bagaimana pelaku korupsi merancang skema rumit untuk mengelabui Pejabat plat merah merah BUMN PT Timah dan pemerintah daerah.
Para koruptor memanfaatkan kebutuhan nyata masyarakat sebagai alat untuk memuluskan aksi kejahatan mereka, merampok kekayaan negeri ini secara halus namun keji.
Motif pelaku (belasan tersangka -red) dalam pusaran korupsi tata niaga komoditas timah,terletak pada keinginan mereka untuk memperkaya diri sendiri tanpa peduli pada nasib masyarakat yang sebenarnya mereka klaim terbantu.
Mereka menggunakan program-program sosial ini sebagai kedok untuk melanggar hukum dan mengeksploitasi sumber daya alam yang seharusnya menjadi kekayaan bersama.
Kasus ini menjadi cerminan kebusukan yang harus masyarakat lawan, agar keadilan dan integritas negeri ini khusus provinsi kepulauan Bangka Belitung yang notabene penyumbang utama devisa negara dari sektor pertambangan dan seharusnya mampu mensejahterakan masyarakat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan penghasil timah kedua terbesar di dunia.
Dikutip dari laman pemberitaan KONTAN.CO.ID, saat ini Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) telah menetapkan Sosialita Helena Lim dan suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis, sebagai tersangka dan belasan tersangka lainnya untuk dikonfrontir kesaksiannya dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Harvey Moeis diduga menerima uang hasil korupsi tersebut berkedok dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari pengusaha dan kolega bisnisnya. Modus seperti ini dilaporkan sering digunakan, karena mudah disamarkan, menurut Peneliti SAKSI FH Unmul, Herdiansyah Hamzah.
Herdiansyah juga mengungkapkan bahwa dana CSR sering dijadikan sebagai kedok untuk mengalirkan dana hasil kejahatan, terutama untuk memfasilitasi sarana dan fasilitas bagi pemilik smelter dan dirinya sendiri.
Dana CSR ini juga digunakan untuk memutihkan pelanggaran perusahaan, yang sering kali melibatkan aparatur pemerintahan. Untuk mengatasi hal ini, Herdiansyah menegaskan pentingnya pengesahan RUU Perampasan Aset untuk mendukung asset recovery yang dilakukan untuk pemulihan kerugian dari sisi ekologis dan ekonomi,”kata dia.
Di sisi lain, Pengamat BUMN dan Akademisi Universitas Indonesia, Toto Pranoto, menilai bahwa modus korupsi ini sulit terdeteksi karena pengemasannya yang rapi.
Toto juga mendesak agar Pimpinan Kementerian BUMN memberikan efek jera kepada jajarannya yang terlibat dalam pelanggaran hukum atau kejahatan terhadap lingkungan.
Menurutnya, penanganan kasus korupsi oleh Kejagung harus di kawal sehingga perkara ini dibuka secara terang benderang ke publik secara komprehensif dan menyeluruh,”tutupnya.(**)